AGENDA SETTING
Teori ini menyatakan dengan jelas bahwa media massa memiliki kekuatan dalam mempengaruhi dan membentuk persepsi masyarakat. Di jelaskan bahwa media massa memang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi bahkan membentuk pola pikir audience yang terkena terpaan informasinya.Media bukan mempengaruhi pikiran masyarakat dengan memberitahu apa yang mereka pikirkan dan apa saja ide atau nilai yang mereka miliki, namun memberi tahu hal dan isu apa yang harus dipikirkan. Masyarakat luas cenderung menilai bahwa apa-apa yang disampaikan melalui media massa adalah hal yang memang layak untuk dijadikan isu bersama dan menjadi cakupan ranah publik.
Dengan begitu, masyarakat pun menilai apa yang dianggap penting oleh media adalah hal yang penting juga dan memang harus dipikirkan atau minimal mempengaruhi persepsi mereka terhadap hal tersebut.
Meski begitu, menurut McCombs dan Shaw tidak menutup pandangan yang menghargai dan meyakini bahwa audience juga memiliki kekuatannya sendiri, yaitu dengan hipotesis selective exposure. Hipotesis ini menjelaskan bahwa manusia cenderung hanya akan melihat dan membaca informasi serta berita yang sejalan dan tidak mengancam atau bertentangan dengan kepercayaan yang selama ini mereka miliki dan bangun. Hal ini menunjukkan kekuatan dan kebebasan manusia dalam memilih, menyortir, dan menerima pesan yang disampaikan oleh media massa.
Contoh yang paling nyata adalah tayangan berita di televisi. Ketika marak kasus penjambretan dimana-mana, masyarakat menerima informasi tersebut sebagai gambaran dari realitas yang terjadi sesungguhnya meski sebenarnya mereka tidak mengalaminya secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa media mempengaruhi pola pikir manusia, termasuk terhadap apa yang dianggap penting dan tidak. Informasi yang diangkat dalam media membuat manusia menganggap bahwa itu adalah hal yang penting dan layak untuk diperhatikan. Pengaruh terpaan media ini membuat munculnya opini yang beredar dalam masyarakat dan membentuk opini umum.�
TEORI KULTIVASI
Teori ini melihat bahwa apa yang ditayangkan televisi bertanggung jawab atas apa yang kita persepsikan. Apa yang diatayangkan televisi membentuk persepsi kita apa yang dilihat di dunia nyata.Menurut Gerbner, “Dunia televisi bukan jendela atau refleksi dunia tetapi dunia itu sendiri”. Bahwa menonton televisi itu secara independen akan berkontribusi dalam membentuk konsepsi penontonnya tentang realitas sosial. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa mereka yang lebih banyak “hidup dalam dunia televisi” akan memiliki gambaran tentang “kehidupan nyata” sebagaimana yang dilihatnya dalam televisi itu
Dalam teori kultivasi ini mengenal konsep cultivation differential, yaitu perbedaan dalam pola tanggapan antara pecandu (heavy viewers) dan penonton sekadarnya (light viewers). Konsep ini digunakan untuk melihat seberapa jauh tingkat pengaruh televisi dalam membentuk sikap khalayaknya. Misalnya, dalam acara televisi, orang tua kerap digambarkan secara negatif, dan pecandu televisi, utamanya yang lebih muda, cenderung memiliki pandangan negatif terhadap kalangan tua itu ketimbang penonton sekadarnya. Kebanyakan pecandu ternyata tidak menyadari akan berbagai pengaruh menonton televisi terhadap perilaku dan nilai yang menimpa diri mereka.
Keadaan yang demikian bisa berakibat pada kepercayaan yang berlebihan terhadap, misalnya, jumlah kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat, stereotipisasi ras, kepercayaan tentang siapa yang lebih dikorbankan dalam suatu tindak kekerasan, kepercayaan tentang apa yang seharusnya dilakukan dengan identifikasi terhadap umur, gender, atau etnis, dan berbagai kepercayaan lain yang direfleksikan melalui acara televisi. Analisis kultivasi mencoba mengukur seberapa besar televisi mempengaruhi persepsi khalayak terhadap realitas – seberapa jauh program televisi menumbuhkan pemahaman kita tentang dunia.
Televisi dianggap oleh Gerbner telah mendominasi ‘lingkungan simbolik’. bahwa televisi bukan lagi sekadar jendela atau refleksi atas dunia nyata, namun televisi telah menjadi dunia itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar